Menghabiskan masa senja dikelilingi anak dan cucu mungkin menjadi
harapan bagi sebagian besar orang kelak. Selain limpahan kasih sayang,
tak adanya kendala dari sisi keuangan tentu akan membuat hati para
lanjut usia (lansia) tenteram.
Namun kenyataan kadang tak selamanya manis. Banyak hal yang terkadang
meleset dari harapan. Misalnya, anak-cucu sibuk dengan aktivitas
masing-masing atau anak-cucu Anda tinggal di tempat yang jauh. Bisa juga
hal ini menimpa Anda yang tak punya anak atau memutuskan hidup
melajang. Sementara itu, Anda tetap harus berjuang supaya bisa bertahan
hidup dari sisi finansial dan dari segi fisik.
Anda tentu mafhum, pada usia tertentu, seseorang berangsur-angsur
bisa kehilangan kemampuan untuk melakukan hal-hal dasar, seperti
berjalan dan mandi. Oleh karenanya, para perencana keuangan menyarankan
agar Anda juga memasukkan biaya perawatan di usia lansia dalam daftar
kebutuhan dana pensiun.
Lantas sejak kapan Anda mulai harus memikirkan pendanaan masa tua
ini? Para perencana keuangan kompak menjawab sebaiknya sedini mungkin
sejak Anda mulai mendapatkan penghasilan. Alasannya, makin dini Anda
memulai, makin ringan cicilan dana masa tua Anda. Di samping itu, tempo
yang panjang memungkinkan Anda lebih leluasa untuk memilih keranjang
investasi.
Perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno
mengatakan, minimal dana yang mesti diinvestasikan adalah 10% dari
total penghasilan dan idealnya 30%. Fungsi dana ini beragam, termasuk
pendanaan untuk masa lansia. âSoalnya alokasi Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jam-sostek) yang rata-rata 2%â5% dari gaji, menurut saya, tidak
akan cukup,â kata Mike.
Jika diurutkan dari sisi prioritas pemenuhan kebutuhannya, perencana
keuangan dari AFC Financial Check Up Lisa Soemarto mengatakan, dana hari
tua berada pada urutan kelima bersama dengan kebutuhan pembelian rumah
sebagai investasi. Sementara urutan pertama hingga keempat
berturut-turut adalah arus kas yang positif, tidak ada utang konsumtif,
terpenuhinya dana darurat, asuransi kesehatan plus asuransi jiwa jika
ada orang yang bergantung pada penghasilan Anda.
Jika empat kebutuhan tersebut sudah terpenuhi, seseorang lebih
leluasa merancang alokasi dana hari tuanya. Lisa mengatakan, umumnya,
biaya kehidupan saat pensiun adalah 50%-75% dari biaya hidup saat masih
aktif bekerja. Namun, besarnya biaya hidup masa pensiun ini memang
tergantung dari gaya hidup yang Anda pilih. Ada pula yang biaya hidupnya
justru lebih besar karena orang tersebut ingin menikmati hidupnya.
Pilihan perawatan
Nah, berkaitan dengan perencanaan perawatan dan penjagaan bagi para
lansia setelah mereka mulai kehilangan kemampuan dasarnya, berikut ini
ada beberapa pilihan yang mungkin bisa Anda pertimbangkan.
Membeli long term care insurance
Nama long term care insurance (LTC) mungkin masih terdengar
asing di telinga Anda. Ini bisa dimaklumi karena produk asuransi ini
memang sepertinya belum ditawarkan di Indonesia. Namun, perencana
keuangan dari Shildt Financial Planner Risza Bambang berpendapat, produk
ini sangat cocok menjawab kebutuhan akan perawatan dan penjagaan bagi
seseorang yang sudah kehilangan kemampuan untuk melakukan hal-hal dasar
seperti para lansia.
LTC sebenarnya tidak hanya ditujukan bagi para lansia tetapi bagi
siapa pun yang sudah mulai kehilangan kemampuan untuk melakukan kegiatan
dasar. Kegiatan dasar yang dimaksud, antara lain, makan, mandi, memakai
baju, dan berjalan. âKebutuhan seperti ini tentu tidak dikover oleh
asuransi kesehatan atau asuransi penyakit kritis,â kata Risza.
Pasalnya, asuransi kesehatan hanya menerima klaim dari pemegang polis
jika orang tersebut melakukan rawat inap dan rawat jalan saja. Demikian
juga dengan asuransi penyakit kritis yang memberikan penggantian biaya
ketika pasien memang sudah sakit. Sementara LTC melakukan penggantian
biaya bagi seseorang yang mulai terbatas secara fisik meski orang
tersebut tidak sedang dalam kondisi sakit.
Penanganan bagi pemegang polis LTC bisa menyerupai di rumahsakit
juga. Misalnya saja, menyediakan kamar tidur khusus, toilet khusus, dan
kursi roda, hingga menempatkan perawat untuk membantu si pemegang polis
yang sudah tidak bisa mandiri tersebut.
Untuk mendapatkan manfaat LTC tentu ada biaya lebih besar yang harus
dirogoh dibandingkan jika Anda membeli asuransi kesehatan atau asuransi
penyakit kritis. Risza mencontohkan, di Boston, AS biaya perawatan untuk
pemegang polis LTC dalam setahunnya bisa mencapai US$ 40.000âUS$
100.000 atau sekitar Rp 365,8 jutaâRp 914,5 juta (kurs US$ 1 = Rp
9.145).
Besar kecilnya premi untuk bisa mendapatkan manfaat tersebut tentu
beragam. Layaknya asuransi, faktor profil dan tingkat kesehatan pemegang
polis sangat menentukan penghitungan premi oleh perusahaan asuransi.
Tak terkecuali jenis perawatan macam apa yang diinginkan.
Karena harganya mahal, Risza bilang, hanya orang tertentu yang bisa
dan layak membeli asuransi LTC. Selain mesti memiliki kemampuan
finansial yang memadai, Risza mengatakan, Anda yang memiliki risiko
penyakit genetis, seperti stroke, kanker, obesitas, dan parkinson, lebih
layak membeli produk ini karena potensi terkena penyakit serupa sangat
besar.
Produk LTC ini sudah marak dan umum ditawarkan di Amerika Serikat
(AS), Inggris, dan Kanada. Meski produk ini tak dijajakan di Tanah Air,
Anda juga tetap bisa memiliki produk ini. Kata Risza, Anda bisa melongok
produk asuransi yang ditawarkan perusahaan asuransi di luar. âPaling
dekat coba lihat asuransi di Australia karena setahun saya di sana sudah
ada LTC,â katanya.
Beberapa perusahaan asuransi yang diketahui menawarkan produk LTC,
seperti John Hancock Life Insurance, Prudential Financial, dan Sun Life
Financial. Dari hasil simulasi premi di website John Hancock, seseorang
yang berusia 30 tahun dan tinggal di Texas harus membayar premi tahunan
US$ 2.280 (sekitar Rp 20,85 juta) atau premi bulanannya US$ 205,2
(sekitar Rp 1,88 juta). Premi tersebut untuk besaran uang pertanggungan
US$ 547.500 (sekitar Rp 5 miliar) dengan masa asuransi lima tahun dan
manfaat harian sebesar US$ 300 (sekitar Rp 2,74 juta).
Menyewa perawat
Selain membeli LTC, Anda bisa juga menyewa perawat pribadi di rumah.
Perawat yang dimaksud bisa saja berasal dari rumahsakit atau perawat
pribadi yang memang sudah terlatih untuk merawat lansia hingga pada
tindakan medis paling sederhana.
Memang saat ini tidak ada standar gaji bagi perawat lansia. Melongok
website Yayasan Cinta Keluarga, salah satu penyalur jasa baby sitter,
perawat lansia, dan pembantu rumahtangga (PRT), gaji perawat lansia
berpengalaman mulai Rp 1,5 juta-Rp 3 juta per bulan. Oh, ya, biaya
tersebut baru gaji bagi perawatnya lo, belum mencakup biaya medis yang
kemungkinan dibutuhkan lansia.
Lisa mengatakan, untuk biaya medis, sebaiknya Anda mengandalkan
asuransi kesehatan yang sudah dibeli saat masih muda dan sehat.
Sementara untuk biaya perawatan di rumah, termasuk menggaji perawat,
barulah mengambil dana yang tersimpan dalam instrumen investasi yang
juga diasumsikan sudah dikumpulkan semasa masih aktif bekerja.
Tinggal di panti werda
Sengaja bercita-cita menghabiskan waktu di panti werda mungkin belum
dianggap lumrah oleh masyarakat Indonesia. Lisa mengatakan, sebagian
besar masyarakat Indonesia masih beranggapan panti werda adalah tempat
buangan. âPadahal, ada positifnya juga, yakni mereka tinggal di
komunitas yang sama, diperhatikan dari sisi gizi, dijaga orang
berkompeten, dan tidak kehilangan kehidupan sosial juga,â beber Lisa.
Jika Anda mempunyai pemahaman yang sama dan kelak tertarik tinggal di
panti werda, silakan simak simulasi 2 dan 3 pada tabel di samping.
Asumsi Lisa, biaya tinggal di panti werda Rp 4,25 juta dan Rp 6 juta per
bulan tersebut sudah masuk kategori menengah atas untuk wilayah
Jakarta. Tentu ada pula biaya tinggal di panti werda yang harganya lebih
miring.
Sumber pendanaan
Sokongan finansial yang mantap setidaknya bisa menjadi jaminan akan
perawatan masa lansia yang lebih berkualitas. Jenis perawatan lansia
yang Anda pilih tentu akan mempengaruhi besar dana yang mesti
diinvestasikan dan pilihan keranjang investasinya.
Para perencana keuangan pun kompak menyebut, selama rentang
investasinya masih panjang alias di atas 15 tahun keranjang investasi
berbasis saham layak menjadi pilihan. Instrumennya bisa langsung saham,
reksadana saham, dan reksadana campuran. Maklum, instrumen berbasis
saham secara historikal bisa menghasilkan keuntungan rata-rata di atas
25% per tahun alias mengalahkan inflasi.
Lisa dan Risza bilang, jelang masa pensiun, instrumen investasi
berbasis saham tersebut sebaiknya dialihkan ke instrumen investasi yang
lebih likuid dan bisa memberikan pemasukan tetap. Tujuannya agar dana
lebih mudah diambil. Misalnya, deposito, ORI atau sukuk ritel.
Selamat menyusun rencana hari tua yang menyenangkan!
Source Kontan